Kenaikan UM 2024, Pemda Harus Alokasikan APBD-nya untuk Subsidi Kebutuhan Buruh
Oleh: Timboel Siregar
PARA Gubernur telah menetapkan kenaikan Upah Minimum (UM) Propinsi 2024. Ada yang mengunakan Pasal 26 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor . 51 tahun 2023 sehingga kenaikan UMP-nya menyertakan nilai inflasi, dan ada juga yang pakai Pasal 26A sehingga tidak menyertakan nilai inflasi. Hampir semua Gubernur patuh pada perhitugan formula di PP no. 51 tahun 2023, termasuk Penjabat Gubernur DKI.
Kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2024 naik 3,6% atau Rp 165.583 dari UMP tahun 2023. PJ Gubernur menggunakan nilai alfa 0,3. Tentunya PJ Gubernur DKI dan PJ Gubernur di propinsi-propinsi lainnya akan sangat patuh pada formula kenaikan yang diatur di PP 51 tahun 2023 karena kepentingannya adalah diperpanjang sehingga tidak mau melawan pemerintah pusat. Tentunya kepatuhan para PJ Gubernur ini akan juga dilanjutkan ketika akan menetapkan UMK di tanggal 30 Nopember nanti.
Lain dengan Ibu Khofifah Gubernur Jawa Timur yang menetapkan kenaikan UMP Jawa Timur sebesar 6,13 persen, lebih tinggi dari perhitungan di PP 51. Di pemberitaan disebutkan inflasi di Jawa Timur sebesar 3.01 persen dan pertumbuhan ekonomi 4.96 persen. Kalau menggunakan PP 51 dgn alfa 0.3 maka kenaikannya seharusnya 3.01 persen + (4.96 persen x 0.3) = 4.496 persen.
Bu Khofifah berani menaikan UMP karena memang kewenangan penetapan UMP ada di Gubernur, dan Bu Khofifah bukan PJ Gubernur, jadi relatif tidak takut untuk menetapkan UMP di atas formula PP 51, dan Bu Khofih tidak takut “dihukum” oleh Pemerintah Pusat karena memang sebentar lagi juga selesai masa jabatannya. Saya berharap Bu Khofifah juga menetapkan UMK di Kabupaten/Kota di Jawa Timur lebih baik dari PP No. 51.
Tentunya keputusan PJ Gubernur tersebut hanya memastikan upah nominal buruh yang naik, tetapi belum bisa memastikan upah riil buruh yang meningkat. Di 2024 daya beli buruh akan diperhadapkan pada inflasi yang relatif lebih tinggi di atas kenaikan UM 2024. Harga-harga kebutuan pokok buruh dan keluarganya seperti beras, gula, mintak goreng, kontrakan, dsb akan terus menaik sehingga inflasinya melebihi persentase kenaikan UMP, sehingga upah riil buruh di 2024 dipastikan turun.
Tentunya SP/SB dapat menguji keputusan PJ Guberrnur ini ke Pengadilan TUN, sehingga keputusan kenaikan UMP bisa dikoreksi dengan nilai yang lebih tinggi.
Tentunya para PJ Gubernur tidak berhenti pada penetapan UM tetapi harus memastikan seluruh Perusahaan menerapkan UM untuk pekerja dengan masa kerja di bawah 1 tahun. Bagi yang sudah di atas 1 tahun maka harus sesuai Struktur skala upah yang nilainya di atas UM. PJ Gubernur harus serius memastikan pengawasan dan penegakkan hukum berjalan dengan baik. Selama ini pengawasan dan penegakkan hukum sangat lemah.
PJ Gubernur harus berani memberikan sanksi dan memecat Pengawas ketengaakerjaan yang bermain mata dengan pengusaha, atau pengawas ketenagakerjaan yang tidak menindaklanjuti laporan pekerja. PJ Guberur harus membuka pos laporan pelanggaran UM, termasuk menerima laporan tentang pengawas ketenagakerjaan yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
PJ Gubernur harus juga mau bertemu langsung dengan pekerja dan SP/SB yang melaporkan pelanggaran UM tetapi tidak ditindaklanjuti oleh pengawas ketenagakerjaan.
Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, tentunya Kartu Pekerja dan fasilitas lainnya untuk mensubsidi kebutuhan hidup pekerja yang disediakan APBD Jakarta harus dilakukan sosialisasi yang massif sehingga semakin banyak pekerja di DKI yang mendapatkan fasilitas-fasilitas tersebut. Lakukan pendaftaran yang lebih mudah sehingga fasilitas subsidi yang disediakan Pemda DKI tersebut mudah diakses pekerja.
Saya berharap seluruh Gubernur dan PJ Gubernur dan wali kota/bupati mau mengalokasikan APBD-nya untuk mensubsidi biaya kebutuhan hidup para buruh dan keluarganya seperti yang dilakukan di DKI, agar daya beli buruh dan keluarganya tidak turun paska ditetapkannya UM oleh para Gubernur dan PJ Gubernur. [Penulis adalah Sekjen OPSI]