Ekonom UGM Dukung RUU Perkoperasian Segera Dibahas
Para ekonom bahas agar UU Koperasi Segera Dibahas
YOGYAKARTA, SP – Mendesaknya Pembentukan Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi (LPK) yang diinisiasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mendapatkan dukungan dari kalangan akademisi, salah satunya dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM yang menilai pembahasan RUU Perkoperasian harus segera dirampungkan.
Diungkapkan Pengamat Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Revrisond Baswir, kehadiran lembaga pengawas usaha simpan pinjam koperasi merupakan kebutuhan mendesak bukan hanya bagi KemenKopUKM tetapi untuk seluruh gerakan koperasi di Indonesia. “Pembentukan lembaga tersebut akan menjadikan industri usaha simpan pinjam koperasi menjadi lebih kokoh dan sehat,” ucap Revrisond dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis (14/12).
Baca Juga: Koperasi Inovac Ekspor Komoditas Unggulan Minyak Nilam Aceh ke Prancis
Revrisond mengatakan, lembaga tersebut akan berperan besar dalam memberi arah pengembangan industri usaha simpan pinjam yang lebih jelas. Menurutnya, reformasi usaha simpan pinjam koperasi di Indonesia bukan kerja semalam.
“Untuk menata kembali industri simpan pinjam, harus dibuat peta jalan yang jelas kemana arahnya, sehingga tidak tambal sulam,” katanya.
Revrisond menekankan sebagai perbandingan, rasio jumlah pelaku dan anggota di tingkat global itu 1 banding 3.000. Artinya 1 KSP melayani 3.000 anggota. Dari data yang ada, Indonesia baru mencapai rasio 1 banding 500.
Hal itu menurutnya, jauh dari rata-rata global. Sehingga ia berharap, lembaga tersebut bisa mendorong konsolidasi usaha simpan pinjam, sebagaimana pengalaman di Kanada yang berhasil mengonsolidasikan ribuan koperasi, yang saat ini menjadi 458 koperasi kredit. Sebagai pembanding, sama seperti yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dengan mengonsolidasi pelaku keuangan di Tanah Air.
Baca Juga: KemenKopUKM Sukses Dorong Kemitraan UKM Korea dan UKM Indonesia Lewat ODA Project
Ia menggambarkan, saat ini ada lebih dari 18 ribu KSP dan puluhan ribu unit USP. Jumlahnya banyak, namun skalanya mikro. Tentu saja untuk mengawasi itu kata Revrisond, membutuhkan anggaran besar, itu jika pikiran tetap mengacu pada kuantitas.
Namun berbeda bila dilakukan konsolidasi usaha, sehingga dari jumlah yang banyak tersebut menjadi turun secara kuantitas tetapi lebih efisien dalam berbagai sisi sehingga berpotensi lebih mudah dalam meningkatkan kualitasnya. Jumlah badan hukum menjadi mengecil, tetapi jangkauan layanannya semakin luas.
“Prinsip koperasi yang pertama, keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, tujuannya untuk meningkatkan skala ekonomi koperasi. Dengan terbuka pada semua orang, skalanya meningkat. Jangkauan layanan luas. Operasional efisien. Biaya layanan menjadi lebih terjangkau. Artinya manfaatnya lebih besar bagi anggota,” kata Revrisond.
Baca Juga: KemenKopUKM: Penyalur KUR yang Tak Taat Aturan Akan Ditegur
Akademisi UGM tersebut mendesak agar DPR RI secepatnya merampungkan pembahasan RUU Perkoperasian. Sebab katanya, tidak mungkin untuk mereformasi koperasi di Indonesia secara sistemik tanpa mereformasi regulasinya.
“Koperasi ini entitas yang disebut dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33, sehingga harus menjadi concern para legislator,” kata Revrisond.
Di kesempatan yang sama, Deputi Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi menyambut baik gagasan Revrisond yang bisa memperkaya substansi RUU Perkoperasian mendatang.
“Betul, bahwa jumlah pelaku usaha simpan pinjam yang banyak itu menjadi tantangan dalam pengawasannya. Konsolidasi usaha kita dorong melalui merger atau amalgamasi,” ucapnya.
Zabadi mengatakan, hal tersebut akan lebih efektif dengan adanya Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi. Selain itu, pemberian izin usaha simpan pinjam yang terpusat di lembaga itu, dapat menyaring mana koperasi yang didirikan berbasis nilai dan prinsip koperasi, dan mana yang hanya memanfaatkan badan hukum koperasi.
Baca Juga: Rampungkan Ajang Entrepreneur Hub 2023, MenKopUKM Ajak Mahasiswa Tak Takut Mulai Bisnis
Berkaca pada sebelumnya, banyak pelaku industri keuangan masuk ke usaha simpan pinjam, dengan memanfaatkan loop hole dari kemudahan perizinan serta lemahnya pengawasan di koperasi.
“Maka, dengan adanya lembaga tersebut, pengawasan akan makin efektif, dan menghilangkan arbitrase regulasi dalam pengawasan simpan pinjam dengan industri keuangan. Kita desain agar lembaga ini benar-benar menjadi ujung tombak purifikasi (pemurnian) usaha simpan pinjam koperasi di Indonesia sesuai dengan jati diri koperasi,” kata Zabadi. [sh]