
Terkait Kasus Irna, Famara Desak Kejari Jaktim Ajukan Banding
JAKARTA – Forum Advokat Manggarai Raya (Famara) Jakarta yang merupakan kuasa hukum dari keluarga Irnakulata Murni, korban pembunuhan oleh Fahkry Ferryansyah di Ciracas, Jakarta Timur, Jumat 25 September 2025, mendesak Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Jaktim) agar segera menyatakan banding atas putusan hakim atas kasus tersebut.
“Rabu, 15 Oktober 2025 majelis memvonis pelaku bernama Fahkry Ferryansyah sangat rendah hanya dua tahun penjara. Padahal, korbannya meninggal dunia karena dicekiknya. Putusan hakim sungguh melukai rasa keadilan,” kata advokat Famara Jakarta, Gabriel Marung, SH, Senin (20/10/2025).
Baca Juga: Wilianus Yan Dihukum 2,6 Tahun Penjara Karena Terbukti Memeras
Gabriel bersama Sekjen Famara Jakarta, Dr. Edi Hardum, SH, MH, Senin (20/10/2025) pagi mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Tujuannya untuk bertemu Kepala Kejaksaan Negeri Jaktim untuk meminta agar JPU kasus tersebut, Donald Dwi Siswanto, SH, segera mengajukan banding atas putusan hakim dalam kasus a quo. “Karena Kepala Kejari Jaktim dan Kasi Pidumnya tidak bisa ditemui, maka kami menitipkan surat yang intinya mendesak ajukan banding dalam kasus a quo,” kata Gabriel.
Gabriel mengatakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (Jaktim) yang diketuai Irwan Hamid, SH, tidak professional dalam memeriksa dan memutus perkara pembunuhan dengan korban Irnakulata Murni, dimana pelaku bernama Fakhry Firmasyah hanya divonis dua tahun penjara.
Baca Juga: Pakar: Publik Resah Upaya Pelemahan Kejagung, Waspadai Revisi KUHAP
Putusan hakim ini jauh di bawah tuntan jaksa penuntut umum yang menuntut hakim agar menghukum pelaku dengan empat tahun penjara.
Gabriel mengatakan, putusan hakim tersebut sungguh merendahkan martabat kemanusiaan. “Masa pelaku cekik korban sampai meninggal dunia hukumannya hanya dua tahun penjara,” kata dia.
Edi Hardum mengatakan, pihaknya sangat kecewa dengan putusan hakim itu. Menurut Edi, pihaknya memaknai putusan hakim ini, pertama, majelis hakim memurahkan atau merendahkan jiwa manusia. “Dengan berlindung dari pelaku yang masih anak, tuan hakim memvonis ringan. Tuan hakim tidak memikirkan perasaan orangtua dan keluarga korban. Hakim mengabaikan rasa keadilan,” kata Edi.
Baca Juga: RUU TNI Sah Jadi Undang-Undang, Poin-poin Perubahannya
Kedua, putusan hakim ini memberikan preseden buruk ke depan bahwa siapa pun yang masih berumur di bawah 18 tahun dengan seenaknya membunuh orang lain terutama perempuan.
Ketiga, hakim tidak prosefesional. “Hakim yang professional selain mempertimbangkan pelaku sebagai anak tentu juga mempertimbangkan keluarga korban dan korban sendiri,” tegas Edi.
Baca Juga: Diskusi Suara Netizen +62: Pemerintahan Prabowo Diminta Kembalikan Marwah KPK
Gabriel menegaskan, kalau Kejari Jaktim melakukan banding atas putusan hakim maka pihaknya ambil langkah hukum. “Kita berharap Kejari Jaktim segera ambil langkah hukum banding,” kata dia.
Gabriel mengatakan, pihaknya akan melaporkan majelis hakim kepada Bagian Pengawas Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). “Kita minta MA dan KY memberik sanksi hakim-hakim yang tidak professional seperti ini,” kata dia.
Menurut Gabriel, kesalahan utama dari kasus ini adalah JPU yang menuntut pelaku dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP. Menurut Gabriel, seharusnya JPU menuntut pelaku dengan Pasal 338 KUHP dimana pelaku dituntut dengan tujuh tahun atau delapan tahun penjara, yakni setengah dari ancaman pidana pasal 338 KUHP yakni 15 tahun penjara. “Jaksa mengabaikan Pasal 338 KUHP. Di sini salahnya,” kata dia.
Baca Juga: Limpo Terbukti Bersalah, Hakim Vonis 10 Tahun Penjara
Jaksa dalam dakwaaannya, mendakwa terdakwa dengan pasal alternal yakni pasal 338 KUHP juncto pasal 351 ayat (3) KUHP. Pasal 338 KUHP ancaman maksimal 15 tahun penjara. Sedangkan pasal 351 ayat (3) ancaman maksimal tujuh tahun penjara.
Dalam UU Sistem Perlindungan Anak bahwa anak yang bermasalah hukum dihukum setengah dari ancaman maksimal pasal yang didakwakan kepadanya. Kalau hakim hakim menggunakan pasal 338 KUHP, maka pelaku pembunuhan Irnakulatas Murni dihukum 7,5 tahun penjara.
Menurut Edi Hardum, kalau majelis mengikuti tuntutan JPU seharusnya pelaku divonis 3,5 penjara yakni setengah dari tujuh tahun, bukan divonis dua tahun. “Di sinilah kami kecewa beratnya,” kata Edi. [sp/tim]