Saturday 11th October 2025
Permasalahan PT Timah vs Warga di Belitung: Pemerintah Jangan Memihak
By Sipri

Permasalahan PT Timah vs Warga di Belitung: Pemerintah Jangan Memihak

Pemasangan papan larangan di lahan warga beberapa waktu lalu (Istimewa)

BELITUNG, SP – Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tanjung Pandan diminta harus netral dalam menyelesaikan permasalahan antara PT Timah Tbk. dan warga di Desa Bulutumbang, Kecamatan Badau, Kabupaten Tanjung Pandan, Belitung terkait lahan seluas 60 hektar.

“Pemerintah harus melihat masalahnya secara benar. Pemerintah harus membela yang benar secara hukum, bukan membela siapa yang mempunyai uang,” kata advokat Siprianus Edi Hardum, Jumat (3/10/2025).

Baca Juga: Effendi Gazali: Kejagung Balikkan Stigma Penegakan Hukum “No Viral No Justice”

Permasalahan antara PT Timah Tbk. dan warga di Desa Bulutumbang, Kecamatan Badau, Kabupaten Tanjung Pandan, Belitung terkait lahan seluas 60 hektar belum menemui titik terang alias masih kusut.

Warga pemilik lahan yang sah pemegang Surat Keterangan Tanah (SKT) yang turun temurun dari moyangnya merasa terpojok dengan plot dan terbitnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam konsesi PT Timah.

Baca Juga: Terbentuk 81.100 Unit, Menkop Tegaskan Kopdes/Kel Merah Putih Kunci Kemandirian Ekonomi Bangsa

Pasalnya di lahan tersebut diduga tidak ada timah dan warga pemilik lahan yang sah secara terang-terangan dilarang melakukan aktifitas seperti bercocok tanam atau menanam sawit. Larangan itu tertuang dalam papan nama yang sempat dipasang di lahan tersebut, seakan mengusir warga.

Celakanya lagi, pemegang IUP belum sepenuhnya menyelesaikan hak atas tanah yang akan digunakan untuk kegiatan pertambangan. Penyelesaian ini diantaranya adalah memberikan ganti rugi kepada warga atau pemegang hak atas tanahnya. Baik ganti rugi tumbuhan hingga bangunan jika ada.

Baca Juga: BLT El Nino Tuntas 2023 ,KPM Puas dengan Penyaluran Door to Door Pos Indonesia

Edi Hardum menilai, ada yang tidak beres dalam permasalahan ini.  “Kalau itu tanah warga yang turun temurun, di mana sebelumnya pemerintah mengeluarkan IUP untuk pertambangan timah. Berdasarkan undang-undang Minerba, pertambangan mineral dan batubara yang di dalamnya juga timah, sebelum pemerintah mengeluarkan izin itu kan harus ada penyelidikan atau eksplorasi,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/10/2025). “Penyelidikan ini kan minta  izin warga, memberikan ganti rugi, baru keluarkan IUP-nya,” sambung Edi Hardum.

Jika dalam penyelidikan pada akhirnya tidak ditemukan timah, keluarnya IUP patut dipertanyakan.  “Nah, saya memastikan bahwa IUP itu keluar tanpa melalui proses yang benar. IUP ini dikeluarkan begitu saja tanpa melalui proses eksplorasi apakah ada timah atau tidak,” tandasnya.

Baca Juga: Tambang Minyak Ilegal di Sumsel Diduga Melibatkan Banyak Oknum Aparat

Karena itu tidak benar, lanjut Edi Hardum, menurut UU Minerba nomor 2 tahun 2005, perubahan atas UU nomor 4 tahun 2009 tentang minerba, proses izinnya dipastikan salah. “Ini patut diduga hanya untuk izin pertambangan tapi sebenarnya dikuasai oleh orang tertentu, perusahaan tertentu. Kok keluar IUP tapi tidak ada timah di bawahnya. Tidak salah warga kalau mengambil alih (tanah), yaitu tanah hak milik masyarakat,” jelasnya.

Menurut Edi Hardum, di dalam UU pokok agraria ada beberapa hak. Hak milik, dalam permasalahan ini adalah hak milik. Ada HGU (Hak Guna Usaha) hingga HPL (Hak Penggunaan Lahan).  “Tanah warga ini kan hak milik, walaupun dia belum punya sertifikat, tapi sudah ada SKT. Itu sudah alas hak sebenarnya, menurut UU Pokok Agraria,” ujarnya.

Baca Juga: Paradoks Prabowo: Ideologi, Politik dan Ekonomi

“Jadi, saya pikir masyarakat tidak salah kalau dia ambil dan pemerintah di sini harus melindungi masyarakat atas tanahnya,” kata Edi Hardum lagi.

Di sini pemerintah harus membela masyarakat, bukan membela perusahaan yang patut diduga mengambil tanah warga dengan cara yang tidak benar.  “Kalau misalnya PT Timah terus bersikeras mengambil itu, warga jaga di tempat. Kalau terjadi sesuatu misalnya lapor ke Polisi secara pidana yaitu dengan pasal 167, memasuki lahan orang atau pekarangan, ada ancaman pidananya,” ucapnya.

“Ada juga pasal 257 KUHP. Yang lain adalah gugatan perdata, perbuatan melawan hukum, mengambil tanah warga tanpa hak. Masyarakat harus melawan, dia (warga) tidak salah kalau seperti ini,” pungkas Edi Hardum.

Baca Juga: Objek Salah Lokasi, Pemilik Bangunan Kali Pasir Ajukan Perlawanan Eksekusi di Pengadilan

Sementara itu, Direktur Utama PT Timah Tbk, Kolonel (purn) Restu Widyantoro (sekarang Brigjen TNI Kehormatan) ketika di konfirmasi wartawan sejak Kamis 2 Oktober 2025 melalui pesan whatsapp belum memberikan keterangannya. Beberapa kali dihubungi lewat sambungan telepon hingga berita diturunkan belum dijawab. [sp/tim]

 

 

 

 

  • No Comments
  • October 4, 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *